Shalat Dhuha

فَصْلٌ فِيْ صَلاَةِالضُّحَي

Sholat dhuha memiliki banyak manfaat. Salah satunya yaitu dapat merasa lapang dada dalam segala hal.

Selain itu manfaat dari sholat dhuha yaitu membuka pintu rezeki. Nah, pada kesempatan kali ini kami akan sedikit membahas mengenai bagaimana tata cara sholat dhuha,


Waktu Shalat Dhuha Pagi Antara jam 7 sampai siang menjelang waktu Dhuhur.
Sedikitnya 2 reka'at paling banyak 12 reka'at (tiap 2 rekaat salam)

Apabila menjalankan 2 reka'at saja hendaknya:
1. Reka'at Awal Surat Al-Fatihah - kemudian Surat As-Syams.    وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا  .الخ
2. Reka'at Kedua Surat Al-Fatihah - kemudian Surat Ad-Dhuha.   وَالضُّحَىٰ .الخ
- Kemudian Salam.


Apabila menjalankan 12 reka'at saja hendaknya:1. Reka'at Awal Surat Al-Fatihah - kemudian Surat Al-Kafirun  قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ  .الخ 
2. Reka'at Kedua Surat Al-Fatihah - kemudian Surat Al-Ikhlas.  قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ .الخ
- Kemudian Salam. (setiap 2 reka'at salam)


Niat Shalat Dhuha :
 أُصَلِّى سُنَّةَ الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا / اِمَامًا لِلّهِ تَعَالَى
Ushalli sunnatadh dhuha ra'ataini ma'muuman / imaa man lillahi ta'alaa 

اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ.
 اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقِى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ, وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ, وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ ,وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ, وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ, بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ, وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Wahai Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu,

Wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh.


Keutamaan dan Keistimewaan shalat Dhuha


Ada banyak Hadits Rasulullah saw yang membahas tentang keutamaan shalat Dhuha, beberapa di antaranya:



  • Sedekah bagi seluruh persendian tubuh manusia

Dari Abu Dzar al-Ghifari ra, ia berkata bahwa Nabi Muahammad saw bersabda:
"Di setiap sendiri seorang dari kamu terdapat sedekah, setiap tasbih (ucapan subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (ucapan alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil (ucapan lailahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Dan dua rakaat Dhuha diberi pahala" (HR Muslim).


  • Ghanimah (keuntungan) yang besar

Dari Abdullah bin `Amr bin `Ash radhiyallahu `anhuma, ia berkata:"Rasulullah saw mengirim sebuah pasukan perang. Nabi saw berkata: "Perolehlah keuntungan (ghanimah) dan cepatlah kembali!. Mereka akhirnya saling berbicara tentang dekatnya tujuan (tempat) perang dan banyaknya ghanimah (keuntungan) yang akan diperoleh dan cepat kembali (karena dekat jaraknya). Lalu Rasulullah saw berkata; "Maukah kalian aku tunjukkan kepada tujuan paling dekat dari mereka (musuh yang akan diperangi), paling banyak ghanimah (keuntungan) nya dan cepat kembalinya? Mereka menjawab; "Ya! Rasul berkata lagi: "Barangsiapa yang berwudhu', kemudian masuk ke dalam masjid untuk melakukan shalat Dhuha, dia lah yang paling dekat tujuanannya (tempat perangnya), lebih banyak ghanimahnya dan lebih cepat kembalinya." (Shahih al-Targhib: 666)


  • Sebuah rumah di surga

Bagi yang rajin mengerjakan shalat Dhuha, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di dalam surga. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi Muahammad saw:
"Barangsiapa yang shalat Dhuha sebanyak empat rakaat dan empat rakaat sebelumnya, maka ia akan dibangunkan sebuah rumah di surge." (Shahih al-Jami`: 634)


  • Memperoleh Kecukupan di sore hari.

Dari Abu Darda' ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw berkata:"Allah ta`ala berkata: "Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat dari awal hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya" (Shahih al-Jami: 4339).
Dalam sebuah riwayat juga disebutkan: "Innallaa `azza wa jalla yaqulu: Yabna adama akfnini awwala al-nahar bi'arba`i raka`at ukfika bihinna akhira yaumika" ("Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla berkata: "Wahai anak Adam, cukuplah bagi-Ku empat rakaat di awal hari, maka aku akan mencukupimu di sore harimu").


  • Memperoleh Pahala Umrah.

Dari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:"Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci untuk melaksanakan shalat wajib, maka pahalanya seperti seorang yang melaksanakan haji. Barangsiapa yang keluar untuk melaksanakan shalat Dhuha, maka pahalanya seperti orang yang melaksanakan `umrah....(Shahih al-Targhib: 673). Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan bahwa Nabi saw bersabda: "Barangsiapa yang mengerjakan shalat fajar (shubuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat (Dhuha), ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna" (Shahih al-Jami`: 6346).

  • Mendapat Ampunan Dosa. 

"Siapa pun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan." (HR Tirmidzi)

Dan masih banyak lagi keutamaan shalat Dhuha ini.

Bumi itu Datar atau Bulat? Berikut penjelasannya !!



- Benarkah pelajaran Sekolah kita sudah di bohongi ?
- Bumi bulat seperti telor (Globe)
- Matahari sebagai pusat tata surya?
- Bumi dan bulan mengelilingi matahari ?

Bagaimana menurut Alqur'an ?

Menurut Info baru baru ini bumi itu tidak bulat seperti telor, tapi berupa dataran yang luas dan membentang, tidak berputar mengelilingi matahari..

- Bumi Jauh Lebih Besar dr matahari.
- Langit itu ada, (Bukan berupa Ruang hampa, seperti antariksa yg diajarkan di sekolah )seperti kubah yang meliputi bumi. berlapis lapis.
- Matahari dan bulan beredar mengelilingi bumi melalui garisnya.

Seperti di jelaskan di dalam Alqur'an (saya mengutip dr kitab Tafsir Al-jalalain )

Bumi di Bentangkan (Dihamparkan) Bumi Itu Datar.
- Surat: Al-baqarah:22
Surat: Ar-RA'ad:3
- Surat: Al-Kahf:47

Matahari dan Bulan Beredar pada porosnya :
- Surat: Ibrahim ayat:33
- Surat: Ar-Ra'ad ayat:2
- Surat: Lukman ayat:29
- Surat: Al-Anbiyaa ayat:33

Matahari dan Bulan masing masing bercahaya (bukan berarti cahaya bulan adalah pantulan sinar matahari)
-  Surat: Yunus ayat:5
-  Surat: Al-Furqan:61
-  Surat: Nooh :16

Dan Masih banyak Ayat ayat Alquran yg menjelaskan tentang hal itu.
Wallahu A'lam.

Mari kita telaah video video berikut, !!!

Berikut video 9 serial Konspirasi Bumi Datar :
video 1. bangkitnya Kesadaran Bumi Datar.


Halaman Berikutnya: video 02 Bisnis Triliun Dollar

Memuliakan Nabi dan Keturunannya , siapa sajakah mereka.?

Ketika membicarakan tentang Keturunan Nabi Muhammad SAW, pasti yang terlintas dipikiran kita adalah sebuah gelar “Habib, Sayyid/Sayyidah, (di daerah saya kudus biasa disebut yik) Syarif /Syarifah". dan setiap penyandang gelar tersebut di haruskan bisa menunjukkan silsilah sampai dengan Nabi Muhammad SAW. Bukankah Keturunan Nabi Muhammad yang Laki - laki wafat sewaktu kecil ?
Bagaimana bisa seorang dengan gelar "habib / sayyid" disebut keturunan / keluarga Nabi.

Satu Riwayat di dalam kitab Riyadhus shalihin:
Dari Yazid bin Hayan, katanya: "Saya berangkat bersama Hushain bin Sabrah dan Amr bin Muslim ke tempat Zaid bin Arqam r.a."
Ketika kita sudah duduk-duduk di dekatnya, lalu Hushain berkata padanya:
"Hai Zaid, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak sekali, Engkau dapat kesempatan melihat Rasulullah s.a.w., mendengarkan Hadisnya, 
Berperang besertanya dan juga bershalat di belakangnya. 
Sungguh-sungguh engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak sekali. 
Cobalah beritahukan kepada kita apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah s.a.w."

Zaid lalu berkata: "Hai keponakanku, demi Allah, sungguh usiaku ini telah tua dan janji kematianku hampir tiba, juga saya sudah lupa akan sebagian apa yang telah pernah saya ingat dari Rasulullah s.a.w.  Maka dari itu, apa yang saya beritahukan kepadamu semua, maka terimalah itu, sedang apa yang tidak saya beritahukan, hendaklah engkau semua jangan memaksa-maksakan padaku untuk saya terangkan."

Selanjutnya ia berkata: "Rasulullah s.a.w. pernah berdiri berkhutbah di suatu tempat berair yang disebut Khum, terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau Rasulullah SAW. lalu bertahmid kepada Allah serta memujiNya, lalu menasihati dan memberikan peringatan, kemudian bersabda: "Wahai sekalian manusia, Sesungguhnya aku ini adalah seorang manusia, 
Mungkin akan segera didatangi oleh utusan Tuhanku (yakni malaikatul maut)dan Aku harus menerimanya, Aku Tinggalkan kalian semua dua perkara berat,
Yang Pertama Kitabullah yang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya.
Maka ambillah, amalkanlah dengan berpedoman kepada Kitabullah itu dan berpeganglah

Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Dan juga ahli baitku(keluargaku)", 
Aku memperingatkan kalian semua untuk bertaqwa kepada Allah dalam memuliakan ahli baitku, (keluargaku)"
Hushain lalu menyela: "Siapakah ahli baitnya itu, hai Zaid, bukankah istri-istrinya itu  ahli baitnya?" Zaid menjawab: "ya!, juga orang orang yang diharamkan menerima sedekah setelah Beliau wafat" lalu Hushain bertanya lagi: "Siapa saja mereka?"
Zaid menjawab: "Mereka adalah keluarga / keturunan Ali, Aqil, Ja'far Abbas."
Hushain bertanya lagi: "Apakah mereka diharamkan menerima sedekah?"
Zaid menjawab: "ya, Benar!"
(HR - Muslim)

 Kemudian:
Dari Ibnu Umar r.a dari Abu Bakar As-Shiddiq r.a Ia berkata: "Peliharah kehormatan Nabi Muhammad SAW, dengan memuliakan Ahli Baitnya (keluarganya).
(HR Bukhari)

 Di dalam Alquran ( Al- Hujarat:13)
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
(Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kalian )
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui (tentang kalian) lagi Maha Mengenal (apa yang tersimpan di dalam batin kalian)

 Dan Apabila Memuliakan keluarga Nabi dan keturunannya seperti disebutkan hadits diatas itu termasuk bagian dari taqwa, maka kita bisa tentukan sendiri bagaimana harus bersikap kepada Ahli Bait. wallahu a'lam.

 Detiap sholat kita selalu berdoa di dalam Tahiyyat untuk Nabi Muhammad dan Keluarganya. Allahumma sholli ala (sayyidina) Muhammad wa ala aali (sayyidina) Muhammad.

 Ada juga yang berpendapat jika kita memuliakan anak cucu keturunan Nabi itu termasuk menduakan Allah (syirik) , menurut saya ya.. terserah mereka. bagi saya memulikan sesuatu selain Allah tentunya berbeda, dalam lisan dan perbuatan. terkadang kita terbentur dalam bahasa.
Bagi yang memang tidak sejalan atau punya pendapat berbeda  bahasa bisa dijadikan tolak ukur sebagai suatu kesalahan. misalnya: di dalam shalat ketika sebagain orang menggunakan "sayyidina" didalam bacaan tahiyyat (shalawat) , dianggap memuliakan selain Allah.  dan menjadikan tidak sahnya shalat. wallahu a'lam. 

Marilah kita sikapi perbedaan pendapat sebagai suatu anugrah, seringkali dan tanpa kita sadari kita menggunakan hak Tuhan untuk menilai ibadah seseorang, sah atau tidaknya, di terima / tertolak ibadah seseorang itu hak Allah SWT.

Boleh saja kita menvonis menghukumi sesuatu disaat kita sedang mendidik./ sedang mngajar  suatu pelajaran, misalnya dalam hal pelajaran Fiqih, ketika tidak sesuai dg ajaran fiqih yg kita pelajari tentu kita katakan tidak sah. akan tetapi ketika org lain yg diluar dr kaidah kitab fiqih yg sedang kita pelajari. tentunya tidak ada hak kita untuk memvonis / menghukumi mereka. dan jika ada perbedaan dan kita kurang ilmu untuk memahaminya , Seyogyanya kita bertanya kepada mereka yg di rasa sdh menguasai ilmunya.
Terkecuali kita termasuk orang orang yang sombong karena merasa sdh hafal ribuan hadits dan ribuan ayat Al-quran. lalu merasa tahu dan memahami segala hal.

Islam itu Rahmatan lil'alamin sikap baik tidak hanya kepada sesama muslim saja, Apalagi terhadap sesama muslim, Almuslimuuna Ikhwatun, (sesama muslim itu bersaudara), kal jasadil wahid (bagaikan satu tubuh,  Al-muslimuna akhul muslim.(islam bersaudara dengan islam).

Kebenaran, sah atau tidaknya suatu ibadah, diterima atau tertolak ibadah seseorang , semua milik dan hak paten Allah. wallahu a'lam




 wassalamu'alaikum warah matullahi wabarakatuh.

Acara makan makan (kepungan) yang bidah


Acara makan makan, kepungan atau selamatan identik dengan acara acara adat jawa (sedekah bumi,
panduanshalat.tk | Acara makan makan
maulidan, khataman qur'an) ini ternyata dianjurkan oleh Rasulullah SAW.

Dalam hal ini saya tidak membahas tentang susunan acara misalnya Tahlilan, Yasinan dll.

Tetapi kali ini Tentang Makan makan kepungan (makan bersama) yang dianjurkan oleh Rasulullah. SAW.

Banyak sekali riwayat tentang keutamaan dan berkah dari makan makan bersama dalam satu wadah ini.

Diantaranya :
Diriwayatkan oleh: Wahsiy bin Harb r.a Ia Berkata: "Ketika para sahabat di datangi Rasulullah SAW,"
 Para Sahabat berkata "Wahai rasulullah, Sesungguhnya kami sudah makan, Tetapi belum kenyang" Maka Rasulullah Bersabda " Mungkin kalian makan sendiri sendiri" Para sahabat menjawab "Benar ya Rasullullah"
Kemudian Rasulullah bersabda lagi "Berkumpullah kalian jika sedang makan, dan sebutlah Nama Allah Ta'ala! Niscaya Kalian mendapatkan Berkah di dalam makanan itu" (HR Abu-Daud)


  • Makan Dalam satu wadah bersama sama.
Dari Abu Hurairah r.a : Rasulullah Bersabda "makan 2 orang cukup untuk 3 orang, dan makanan 3 orang cukup untuk 4 orang."  (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Jabir r.a, Ia Berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW Bersabda "Makanan satu orang cukup untuk 2 orang, makanan 2 orang cukup untuk 4 orang, dan makanan 4 orang itu cukup untuk 8 orang." (HR Muslim)

Dari Abdullah bin Busrin r.a Ia berkata " Rasulullah Mempunyai bejana besar, yang di sebut Al-Gharra" yang biasa di angkat oleh 4 orang, 
Suatu saat, Ketika para sahabat selesai shalat Dhuha, diangkatlah bejana besar itu yang didalamnya berisi penuh makanan, 
Lalu para sahabat mengelilingi bejana itu, ketika sudah berkumpul banyak sahabat, 
Rasulullah SAW duduk bersila", kemudian datanglah seorang badui lalu bertanya: "Ada selamatan apakah ini?" Rasulullah SAW menjawab: "Sesungguhnya Allah Telah menjadikan aku sebagai hamba yang bermurah hati, dan Dia tidak menjadikan aku hamba yang sombong dan kejam". 
Kemudian Rasulullah bersabda :"Makanlah dari pinggirnya, dan biarkan yang ditengah, Niscaya kamu mendapatkan Berkah." (HR Abu-Daud)

Setelah membaca beberapa riwayat diatas Anda bisa menyimpulkan sendiri, Banyak berkah dan keutamaan dr Acara makan makan bersama (kepungan : jawa) disamping mempererat silatur rahmi antar sesama, Menghilangkan kesenjangan antara yang miskin dan yang kaya, dan masih banyak fadhilah lainnya.
Adapun kebanyakan tuduhan Bid'ah yang sering kita dengar adalah mengenai Acara Tahlilannya (susunan Acara) dan Insya Allah akan saya Bahas lain waktu.

sumber: kitab Riyadhus Shalihin.

#Bid'ah, #Bidah_Tahlilan, #Bid'ah_yasinan,

wal afwu minkum  Tsummas salamu'alaikum warah matullahi wabarakatuh.





Perlukah Kita Bermazhab ?

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة

Perkembangan Islam makin hari makin pesat, sehingga semakin banyak pula orang yg belajar agama
dengan cara yg berbeda beda, mulai dr pesantren, sekolah yang berbasis agama seperti madrasah misalnya  hingga melalui sosmed, searching atau googling dan juga youtube.

Sehingga seringkali terjadi polemik dikalangan umat islam, antara pihak yang mengharuskan
mazhab dengan segolongan kaum muslimin yang menolak mazhab fiqih.
      Kita sebut saja kedua kelompok kaum muslimin ini dengan  golongan pro dan anti mazhab.
Dalam perjalanannya, kedua kelompok ini kemudian memunculkan kelompok-kelompok ekstrim.
Dari golongan pro mazhab  melahirkan satu kelompok yang memandang bahwa setiap orang wajib bermazhab, memilih 1 dari 4 mazhab dan tidak boleh keluar masuk.

Dia harus menerima semua rumusan mazhabnya dan dilarang mengikuti mazhab yang lain.
Sedangkan golongan anti mazhab, melahirkan golongan yang tidak kalah ekstrim.
Sebaliknya, mereka menganggap bermazhab adalah perbuatan bid’ah yang tercela.
Bermazhab adalah memecah - belah agama dan seterusnya.

Meski demikian alhamdulillah, tetap ada kaum muslimin yang mengikuti ulama’-ulama’ yang hanif bisa menyikapi masalah ini dengan baik.
Mereka mendudukkan perkara mazhab dengan benar, menghindari sikap fanatisme ataupun penolakan yang berlebihan, sehingga mereka mendapatkan faedah dari hal ini.

Sebelum kita membahas hal tersebut lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui sesuatu dari kondisi kaum muslimin sekarang ini. Dari segi keilmuan, secara garis besar kaum muslimin dapat dibagi menjadi  Tiga kelompok.yaitu :Mujtahid, Muttabi' dan orang awam (muqallid).


Kelompok pertama : Mujtahid

Seorang mujtahid adalah orang yang sudah menguasai Al-Qur'an, sunnah Rasulullah dan ilmu-ilmu syariah lainnya sehingga menjadikannya bisa berijtihad secara benar dalam menggali hukum berdasarkan dalil Al-Qur'an dan sunnah.
Apabila seseorang sudah mencapai tingkatan mujtahid, maka dia  dapat saja langsung merujuk kepada sumber agama tentang suatu masalah tanpa  harus melalui mazhab.

Karena dia telah memiliki kemampuan untuk menggali hukum dari Al-Qur`an dan sunnah oleh dirinya sendiri.
Dan para mujtahid sebenarnya masih dapat dibagi lagi menjadi beberapa tingkat.

Kelompok kedua : Muttabi'
Muttabi` yaitu orang-orang yang memegang suatu pendapat dari para ulama’ serta mengetahui dalil yang dijadikan landasan dari pendapat tersebut, tetapi jika diajukan padanya beberapa masalah yang diperselisihkan dan diminta untuk mengambil salah satu pendapat yang lebih kuat berdasarkan dalil, dia tidak mampu melakukannya.

Kelompok ketiga : kelompok kebanyakan
Yaitu orang-orang awam yang mengamalkan ajaran Islam, namun tidak mengetahui dalil-dalilnya, dia melaksanakan shalat shubuh dua rakaat, zhuhur empat rakaat dan sebagainya, mereka pun berpuasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat dan sebagainya, sekalipun mereka tidak mengetahui dalilnya. Inilah yang dinamakan muqallid.

Bagi orang-orang dalam kelompok tiga ini hendaklah mengikuti saja petunjuk para ulama atau para ustadz yang dipandang baik (kredibel) dalam keilmuan, keshalihan dan ketakwaannya agar dia bisa selamat dari ketersesatan.
Di samping dia pun wajib meningkatkan kemampuan ilmunya hingga mengetahui dalil yang menjadi landasan kewajiban-kewajiban yang dia tunaikan.

Sesungguhnya untuk kelompok ketiga ini tidak tepat jika mereka disebut telah bermadzhab dengan madzhab tertentu, karena sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti (taqlid) kepada seseorang alim yang mereka pandang mumpuni dari sisi keilmuan dan keshalihannya.

Bermadzhab itu tepatnya ditujukan kepada kolompok nomor dua, karena mereka menjadikan madzhab imam mereka sebagai acuan dalam menyimpulkan sebuah hukum.
Karena madzhab sendiri secara bahasa artinya tempat pergi, atau tempat bertitik tolak, atau acuan dalam menyimpulkan berbagai hukum syariat.

Jika kita termasuk dalam kelompok ini, maka kewajiban kita adalah mencari ulama yang bisa dijadikan panutan dalam ibadah berdasarkan kriteria ketakwaan dan keilmuannya dengan senantiasa meningkat keilmuan kita dalam bidang syariat, sehingga yang tadinya tidak mengetahui dalilnya menjadi mengetahui dalilnya, (naik derajat menjadi golongan muttabi’).

Dan selanjutnya bisa membandingkan di antara dalil-dalil dari masalah yang diperselisihkan, sehingga kita tidak termasuk orang yang fanatik buta, tapi dapat menerima kebenaran dari mana saja datangnya selama kebenaran tersebut bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan dalil-dalil yang kuat.


Haruskah kita bermazhab fikih yang empat ?

Harus diakui, bahwa kondisikaum muslimin terbanyaknya adalah sebagai kelompok ketiga dan ke empat (muttabi’ dan muqallid).
Dan sebagaimana dijelaskan, untuk kedua kelompok ini, diharuskan untuk mengikuti ulama’ karena keterbatasan ilmu yang di milikinya.
Jika tidak, hal tersebut akan sangat membahayakan bahkan bisa merusak agamanya.
Karena jika ia tidak mengikuti ulama’ ia akan mengikuti kejahilan dan hawa nafsunya dalam memahami agama.
Dan tidk syak (ragu ) lagi, bahwa mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hanbali) adalah pendapat tentang masalah agama yang paling selamat untuk diikuti.
Di dalamnya telah berkumpul ratusan bahwa ribuan ulama ahli level tertinggi yang pernah dimiliki umat Islam, mereka bekerja siang malam untuk menghasilakn sistem fiqih Islami yang siap pakai serta user friendly.
Meninggalkan mazhab-mazhab itu sama saja bikin kerjaan baru, yang hasilnya belum tentu lebih baik.
Akan tetapi boleh saja kalau ada dari putera puteri Islam yang secara khusus belajar syariah hingga ke level yang jauh lebih dalam lagi, lalu suatu saat merumuskan mazhab baru dalam fiqih Islami.

Namun seorang yang tingkat keilmuwannya sudah mendalam semacam Al-Imam al-Ghazali rahimahullah sekalipun tetap mengacu kepada salah satu mazhab yang ada, yaitu mazhab As-Syafi''iyah.
Beliau tetap bermazhab meski sudah pandai mengistimbath hukum sendiri.
Demikian juga dengan beragam ulama besar lainnya seperti Al-Mawardi, An-Nawawi, Al-''Izz bin Abdissalam dan lainnya.

Beberapa Anggapan yang salah

  • Mazhab menyebabkan perpecahan.
Banyak orang salah sangka bahwa adanya mazhab fiqih itu berarti sama dengan perpecahan, sebagaimana berpecah umat lain dalam sekte-sekte.
Sehingga ada dari sebagian umat Islam yang menjauhkan diri dari bermazhab, bahkan ada yang sampai anti mazhab.
Penggambaran yang absurd tentang mazhab ini terjadi karena keawaman dan kekurangan informasi yang benar tentang hakikat mahzab fiqih.
Kenyataannya sebenarnya tidak demikian. Mazhab-mazhab fiqih itu bukan representasi dari perpecahan atau pereseteruan, apalagi peperangan di dalam tubuh umat Islam.

Kalau kita hendak membuat perumpamaan, mazhab tidak ubahnya dengan software bagi pc. Kita ketahui,sebuah pc ada yang menggunakan microsof Windows, ada yang menggunakan Apple Machintos, bahkan ada yang menggunakan Linux yang freeware. dan sekarang ada juga Android dalam Smartphone.

Semuanya berguna buat manusia sebagai sistem operasi PC, di mana masing-masing punya kelebihan sekaligus kekurangan.
Kalau dalam satu komunitas terdapat beberapa sistem operasi, bukan berarti di dalamnya telah terjadi perpecahan atau peperangan. Dan meski berbeda sistem operasi, masing-masing PC tetap bisa terkoneksi dalam satu jaringan.
  • Mazhab adalah musuhnya Sunnah
Mereka berkata :  Alangkah buruknya orang yang mengikuti pendapat mazhab dan menyia-nyiakan hadits shahih.
Apakah mereka mengutamakan mazhab dari ucapan Nabi ?
padahal Allah SWT telah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara melebihi suara Nabi.” (al-Hujaraat:2)

Perkataan seperti diatas, bisa mengandung kebenaran namun juga bisa mengandung kesalahan fatal. Sisi benarnya, kita memang harus mendahulukan hadits dari pada perkataan manusia. Itu jelas dan tegas sekali, tidak ada seorang muslim yang hanif kecuali dia pasti akan mengakuinya.

Tapi pernyataan itu akan jadi sangat tidak benar dan inilah yang sering terjadi.
Yaitu ketika mereka menabrakkan ‘hadits’ dengan pendapat ulama’ mazhab. Padahal apa ? Sesungguhnya  dia sedang menabrakkan tafsiran si anu tentang hadits tersebut dengan mazhab !

 Bahkan, yang lebih buruk lagi jika perkataan mereka ini bermakna persangkaan bahwa para salaf jahil ilmu hadits atau bahkan dikatakan menuruti ro’yu  (akal pikiran) dan meninggalkan hadits. Ini adalah sebuah tuhmah (tuduhan) yang teramat keji kepada para ulama.
Seolah-olah ulama mazhab itu jahil karena tidak paham membedakan mana hadits shahih dan dhaif.

Rupanya di zaman sekarang ini ada oknum-oknum yang ingin menjatuhkan citra para ulama fiqih. Dan kemudian dikesankan kalau ulama fiqih itu tidak paham hadits, atau malah dituduh sebagai orang yang kerjanya memakai hadits yang dhaif.

Semua ulama mazhab sudah pasti mendahulukan hadits shahih. Bahkan para pendiri dan ulama seniornya banyak yangberkapasitas sebagai muhaddits. Tidak ada rumusnya kalau ada ulama, apalagi mujtahid mutlak semacam Imam Asy-Syafi'i misalnya, kok dibilang tidak mengerti hadits atau tidak mau menggunakan hadits shahih.

Sementara jarak waktu yang memisahkan antara beliau dengan Rasulullah SAW hanya terpaut 140 tahun saja. Sementara era keemasan para muhadditsin seperti Al-Bukhari dan lainnya, baru dimulai 200 tahun sepeniggal Rasulullah SAW.
Jadi era para imam mazhab yang empat itu lebih dekat ke Rasulullah SAW dari pada era para muhaddits besar.
Secara nalar yang sederhana, kemungkinan keselamatan periwayatan akan lebih baik kalau sanadnya tidak terlalu panjang.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa mazhab merupakan kebutuhan asasi untuk bisa kembali kepada Al-Quan dan As-Sunnah.
Kalau ada seorang bernama Mas Ucup, mas Hari, mas khalid dan mas Azis bersikap yang anti mazhab dan mengatakan hanya akan menggunakan Al-Quran dan As-Sunnah saja,
Sebenarnya mereka masing-masing sudah menciptakan sebuah mazhab baru, yaitu mazhab Al-Hariyyah, Al-Ucupiyyah, Al-Khalidiyyah dan Al-Azisiyyah dan seterusnya.

Sebab yang namanya mazhab itu adalah sebuah sikap dan cara seseorang dalam memahami teks Al-Quran dan As-Sunnah.
Setiap orang yang berupaya untuk memahami kedua sumber ajaran Islam itu, pada hakikatnya sedang bermazhab.
Kalau tidak mengacu kepada mazhab empat, maka dia akan mengikuti pendapat dari mazhab ulama’ sekarang, atau bahkan yang berbahaya lagi dia bisa bermazab kepada dirinya sendiri yang jahil.

Walhasil, tidak ada di dunia ini orang yang tidak bermazhab. Semua orang bermazhab, baik dia sadari atau tanpa disadarinya

  • Wajib bermazhab satu saja dan haram ‘kemana-mana’

Pendapat yang mengatakan bahwa seseorang wajib hukumnya bermazhab dan tidak boleh menerima pendapat dari luar mazhabnya termasuk perkataan yang berlebihan.
Jika hal ini dikaitkan dengan pertimbangan untuk disiplin ilmu, mungkin bisa dibenarkan.
Tetapi jika hal ini dijadikan sebagai kewajiban baru dalam agama, maka hal inilah yang harus diluruskan.
 Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak pernah mewajibkan kita untuk berpegang kepada satu pendapat saja dari pendapat yang telah diberikan ulama.
Bahkan para shahabat Rasulullah SAW dahulu pun tidak pernah diperintahkan oleh beliau untuk merujuk kepada pendapat salah satu dari shahabat bila mereka mendapatkan masalah agama.

Maka tidak pada tempatnya bila kita saat ini membuat kotak-kotak sendiri dan mengatakan bahwa setiap orang harus berpegang teguh pada satu pendapat saja dan tidak boleh berpindah mazhab.

Bahkan pada hakikatnya, setiap mazhab besar yang ada itupun sering berganti pendapat juga.
Lihatlah bagaimana dahulu Al-Imam Asy-Syafi''i merevisi mazhab qadim-nya dengan mazhab jadid. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang masih menggantungkan pendapat kepada masukan dari orang lain.
Misalnya ungkapan paling masyhur dari mereka adalah:"Apabila suatu hadits itu shahih, maka menjadi mazhabku."
Itu berarti seorang imam bisa saja tawaqquf (belum berpendapat) atau memberikan peluang berubahnya fatwa bila terbukti ada dalil yang lebih kuat.
Maka perubahan pendapat dalam mazhab itu sangat mungkin terjadi. Bila di dalam sebuah mazhab bisa dimungkinkan terjadinya perubahan fatwa, maka hal itu juga bermakna bahwa bisa saja seorang berpindah pendapat dari satu kepada yang lainnya.
wallahu a'lam.

Akhirul kata "Kebenaran hanya milik Allah, dan kebodohan milik saya sendiri,  Dengan segala kerendahan hati, apabila terdapat kekurangan atau kesalahan, saya siap mengedit artikel diatas.  silahkan berikan tanggapan di kolom komentar.
Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq wal afwu minkum 

ثمّ السّلام عليكم ورحمة الله وبركا تة

Doa sebelum dan Bangun Tidur



Do'a sebelum dan Bangun Dari tidur yang diajarkan Rasulullah SAW sebagai berikut:

  • Dari Abu Hurairah .r.a dan Abu Dzar.r.a Ia Berkata: "Apabila Rasulullah saw  Hendak tidur, Beliau Membaca:

بِسْمِكَ الّلهُمَّ اَحْيَ وَأَمُوُتَ

Bismikallaahumma ahyaa wa amuut
(Dengan Nama Allah Kuserahkan Hidup dan Matiku)

  • Dan apabila Beliau Bangun, Beliau membaca:

 اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَمَا اَمَاتَنَا وَاِلَيْهِ النُّصُوْرِ

Alhamdu lillahilladzi ahyaanaa ba'damaa amaatanaa wailaihinnushuur.
(Segala Puji Bagi Allah yang membangunkan kami dari kematian kami, dan KepadaNya lah Kami kembali )
(HR: Bukhari)



Sumber: kitab Riyadhus Shalihin

Hadits Shahih, Hadits Hasan dan Hadits Dhoif

السّلام غليكم ورحمه الله وبركا ته


Seringkali terdengar atau kita membaca kebanyakan mereka menggunakan dalil demi kebenaran atau kekuatan hukum dr ucapan atau tindakan mereka dengan dalil Hadits shahih dan mengatakan Hadits yg digunakan Orang lain yg tidak sepaham dengan mereka dengan mengatakan Hadits itu Lemah (Dhoif)


Sebenarnya Apa sih yang dimaksud Hadits Shahih dan Hadits Dhaif ? Didalam Ilmu Hadits, ada 3macam Jenis Hadits Tingkat tinggi.

Hadits Shahih, Hasan dan Hadits Dhaif. Kenapa saya mengatakan tingkat tinggi ?

Berikut sedikit Penjelasan tentang peringkat Hadits Hadits tersebut beserta bagian bagiannya:


     1. HADITS SHAHIH.


Kata Shahih الصحيح dalam bahasa diartikan sehat lawan dari kata as-saqim السقيم artinya orang yang sakit.
Jadi yang dimaksud hadits shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Imam Al-Suyuti mendifinisikan hadits shahih dengan "hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perowi yang adil dan dhobit (kuat hafalan), tidak syadz (asing) dan tidak ber’ilat (cacat)".
 Defisi Hadits Shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujjah, yaitu:

  Pertama,
Apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang Dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat),

Kedua,
rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi. Imam Bukhori dan Imam Muslim membuat kriteria hadits shahih sebagai berikut:
  • Rangkaian perawi dalam sanad itu harus bersambung mulai dari perowi pertama sampai perowi terakhir.
  • Para perowinya harus terdiri dari orang-orang yang dikenal siqat, dalam arti adil dan dhobith,
  • Haditsnya terhindar dari ‘ilat (cacat) dan syadz (janggal), dan
  • Para perowi yang terdekat dalam sanad harus sejaman.
a. Pembagian Hadits Shahih.
Para ahli Hadits membagi Hadits shahih kepada dua bagian, yaitu Shahih li-dzati dan Shahih li-ghorihi. 

Perbedaan antara keduanya terletak pada segi hafalan atau ingatan perowinya. pada Shahih li-dzatih, ingatan perowinya sempurna,
 sedang pada hadits Shahih li-ghorihi, ingatan perowinya kurang sempurna.

Hadits Shahih li-dzati
Yaitu hadits yang syarat-syarat hadits shahih tersebut benar-benar telah terbukti adanya.

Hadits Shahih li gharihi
Adalah hadits hasan li-dzatihi apabila diriwayatkan melalui jalan yang lain oleh perowi yang sama kualitasnya atau yang lebih kuat dari padanya.

b. Kehujjahan Hadits Shahih.
Hadits yang telah memenuhi persyaratan Hadits Shahih wajib diamalkan sebagai hujjah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para uluma' hadits dan sebagian ulama ushul dan fiqih. 
Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu perkara, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.

c. Tingkatan Hadits Shahih
Perlu diketahui bahwa martabat Hadits Shahih itu tergantung tinggi dan rendahnya ke-Dhabit-an dan keadilan para perowinya. Berdasarkan martabat seperti ini, para muhaditsin membagi tingkatan sanad menjadi tiga yaitu:

Pertama, 
Ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla (mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.

Kedua,
Ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang yang tingkatannya dibawash tingkat pertama diatas. Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.

Ketiga,
Ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadits yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah. Dari segi persyaratan peringkat Shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi 7 tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:
  1. Hadits yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih),
  2. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja,
  3. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,
  4. Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari dan Muslim,
  5. Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja,
  6. Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,
  7. Hadits yang dinilai shahih menurut ilama hadits selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
  
2. HADITS HASAN.
    Secara bahasa, Hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. 
    Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan Hadits Hasan karena melihat bahwa ia merupakan pertengahan antara Hadits Shahih dan Hadits Dha’if, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya.

    Definisi Tirmidzi
    Yaitu semua Hadits yang diriwayatkan, dimana dalam sanadnya tidak ada yang dituduh berdusta, serta tidak ada syadz (kejanggalan), dan diriwatkan dari selain jalan seperti demikian, maka dia termasuk Hadits Hasan.

    Definisi Ibnu Hajar: 
    Beliau berkata, adalah salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersanbung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadits shahih li-dzatihi, lalu jika ringan ke-dhabit-annya maka dia adalah Hadits Hasan li-dzatihi.
    Kriteria Hadits Hasan sama dengan kriteria Hadits Shahih.

    Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu Hadits Shahih lebih sempurna ke-dhabit-annya dibandingkan dengan Hadits Hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an perawi Hadits Dha’if, tentu belum seimbang, ke-dhabit-an perawi Hadits Hasan lebih unggul.

    • Macam-Macam Hadits Hasan
    Sebagaimana Hadits Shahih. yang terbagi menjadi 2 macam, Hadits Hasan pun terbagi menjadi 2 macam, yaitu Hasan li-dzati dan Hasan li-ghairi;

    Hasan Li-Dzati
    Adalah hadits yang telah memenuhi persyaratan Hadits Hasan yang telah ditentukan. pengertian Hadits Hasan li-dzati.

    Hasan Li-Ghairi
    Hadits Hasan yang tidak memenuhi persyaratan secara sempurna. dengan kata lain, Hadits tersebut pada dasarnya adalah hadits dha’if, akan tetapi karena adanya sanad atau matan lain yang menguatkannya (syahid atau muttabi’), maka kedudukan hadits dha’if tersebut naik derajatnya menjadi Hadits Hasan Li-Ghairi.

    • Kehujahan Hadits Hasan
    Hadits Hasan sebagaimana halnya  Hadits Shahih, meskipun derajatnya dibawah  Hadits Shahih adalah  Hadits yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. 
    Para ulama  Hadits , Ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan  Hadits Shahih.


                 3.HADITST DHAIF

    Pengertian Hadits Dhaif 
    Hadits Dhaif  secara bahasa berarti Hadits yang lemah. Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa Hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. 
    Dugaan kuat mereka Hadits tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW.

    Adapun para ulama memberikan batasan bagi Hadits Dhaif sebagai berikut : 
    Hadits Dhaif ialah Hadits yang tidak memuat / menghimpun sifat-sifat Hadits Shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat Hadits Hasan”.

    •  Macam-macam Hadits Dhaif.
    Hadits Dhaif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : 
    Hadits Dhaif  karena gugurnya rawi dalam sanadnya, dan Hadits Dhaif karena adanya cacat pada rawi atau matan.

    Hadits Dhaif karena gugurnya rawi.
    Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan sanad, maupun pada pertengahan atau akhirnya. Ada beberapa nama bagi Hadits Dhaif yang disebabkan karena gugurnya rawi, antara lain yaitu :

    Hadits Mursal
    Hadits mursal menurut bahasa, berarti Hadits yang terlepas. 
    Para ulama memberikan batasan bahwa Hadits mursal adalah Hadits yang gugur rawinya di akhir sanad, yaitu rawi pada tingkatan sahabat yang merupakan orang pertama yang meriwayatkan Hadits dari Rasulullah SAW.
    Jadi, Hadits mursal adalah Hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat Nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah.

    - Hadits Munqathi’
    Menurut etimologi ialah Hadits yang terputus. Para ulama memberi batasan bahwa Hadits munqathi’ adalah Hadits yang gugur satu atau dua orang rawi tanpa beriringan menjelang akhir sanadnya. 
    Bila rawi di akhir sanad adalah sahabat Nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in. 
    Jadi, pada Hadits munqathi’ bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in. 
    Bila dua rawi yang gugur, maka kedua rawi tersebut tidak beriringan, dan salah satu dari dua rawi yang gugur itu adalah tabi’in.

    - Hadits Mu’dhal
    Menurut bahasa, Hadits mu’dhal adalah Hadits yang sulit dipahami.
    Batasan yang diberikan para ulama bahwa Hadits mu’dhal adalah Hadits yang gugur dua orang rawinya, atau lebih, secara beriringan dalam sanadnya.

    - Hadits Mu’allaq
    Menurut bahasa, Hadits mu’allaq berarti Hadits yang tergantung. 
    Hadits ini ialah Hadits yang gugur satu rawi atau lebih di awal sanad atau bisa juga bila semua rawinya digugurkan ( tidak disebutkan ).

    Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi.
    Banyak macam cacat yang dapat menimpa rawi ataupun matan. Seperti pendusta, fasiq, tidak dikenal, dan berbuat bid’ah yang masing-masing dapat menghilangkan sifat adil pada rawi. 
    Sering keliru, banyak waham, hafalan yang buruk, atau lalai dalam mengusahakan hafalannya, dan menyalahi rawi-rawi yang dipercaya. Ini dapat menghilangkan sifat dhabith pada perawi. 
    Adapun cacat pada matan, misalkan terdapat sisipan di tengah-tengah lafadz Hadits atau diputarbalikkan sehingga memberi pengertian yang berbeda dari maksud lafadz yang sebenarnya.
    Contoh-contoh Hadits dhaif karena cacat pada matan atau rawi :

    - Hadits Maudhu’
    Menurut bahasa, Hadits ini memiliki pengertian Hadits palsu atau dibuat-buat. 
    Para ulama memberikan batasan bahwa Hadits maudhu’ ialah Hadits yang bukan berasal dari Rasulullah SAW. 
    Akan tetapi disandarkan kepada dirinya. Golongan-golongan pembuat Hadits palsu yakni musuh-musuh Islam dan tersebar pada abad-abad permulaan sejarah umat Islam, yakni kaum yahudi dan nashrani, orang-orang munafik, zindiq, atau sangat fanatik terhadap golongan politiknya, mazhabnya, atau kebangsaannya .

    Hadits Maudhu’ merupakan seburuk-buruk Hadits dhaif. 
    Peringatan Rasulullah SAW terhadap orang yang berdusta dengan Hadits dhaif serta menjadikan Rasul SAW sebagai sandarannya. “Barangsiapa yang sengaja berdusta terhadap diriku, maka hendaklah ia menduduki tempat duduknya dalam neraka”.

    - Hadits Matruk atau Hadits Mathruh.
    Hadits ini, menurut bahasa berarti Hadits yang ditinggalkan / dibuang. Hadits matruk adalah Hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang pernah dituduh berdusta, atau pernah melakukan maksiat, lalai, atau banyak wahamnya.

    - Hadits Munkar
    Secara bahasa berarti Hadits yang diingkari atau tidak dikenal. Hadits munkar ialah Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah dan menyalahi perawi yang kuat.

    - Hadits Mu’allal
    Menurut bahasa, Hadits mu’allal berarti Hadits yang terkena illat (cacat). Ialah Hadits yang mengandung sebab-sebab tersembunyi, dan illat yang menjatuhkan itu bisa terdapat pada sanad, matan, ataupun keduanya.

    - Hadits Mudraj
    Haditst ini memiliki pengertian Hadits yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya bukan bagian dari Hadits itu.

    - Hadits Maqlub
    Menurut bahasa, berarti Hadits yang diputarbalikkan. Para ulama menerangkan bahwa terjadi pemutarbalikkan pada matannya atau pada nama rawi dalam.

    - Hadits Syadz
    Secara bahasa, Hadits ini berarti Hadits ayng ganjil. 
    Ialah Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dipercaya, tapi Hadits itu berlainan dengan Hadits-Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya. Haditsnya mengandung keganjilan dibandingkan dengan Hadits-Hadits lain yang kuat. Keganjilan itu bisa pada sanad, pada matan, ataupun keduanya.

    • Kehujahan dan Sikap Ulama Terhadap Hadits Dhaif
    Sebenarnya kalau kita mau jujur dan objektif, sikap ulama terhadap Hadits dhaif itu sangat beragam. Setidaknya kami mencatat ada tiga kelompok besar dengan pandangan dan hujjah mereka masing-masing. 
    Dan menariknya, mereka itu bukan orang sembarangan. Semuanya adalah orang-orang besar dalam bidang ilmu Hadits serta para spesialis.
      Maka posisi kita bukan untuk menyalahkan atau menghina salah satu kelompok itu. Sebab dibandingkan dengan mereka, kita ini bukan apa-apanya dalam konstalasi para ulama Hadits.

      1) Kalangan Yang Menolak Mentah-mentah Hadits Dhaif
      Bagi pemegang kelompok ini Hadits Dhaif itu sama sekali tidak akan dipakai untuk apa pun juga. Baik masalah keutamaan (fadhilah), kisah-kisah, nasehat atau peringatan. 
      Apalagi kalau sampai masalah hukum dan aqidah. Pendeknya, tidak ada tempat buat  Hadits Dhaif  di hati mereka.
      Di antara mereka terdapat nama Al-Imam Al-Bukhari, Al-Imam Muslim, Abu Bakar Al-Arabi, Yahya bin Mu’in, Ibnu Hazm dan lainnya. Di zaman sekarang ini, ada tokoh seperti Al-Albani dan para pengikutnya.

      2) Kalangan Yang Menerima Semua Hadits Dhaif
      Jangan salah, ternyata ada juga kalangan ulama' yang tetap menerima semua Hadits dhaif. 
      Mereka adalah kalangan yang boleh dibilang mau menerima secara bulat setiap Hadits dhaif, asal bukan Hadits palsu (maudhu’). 
      Bagi mereka, sedhai’f - dha’if-nya suatu Hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal manusia dan logika.
      Di antara para ulama yang sering disebut-sebut termasuk dalam kelompok ini antara lain Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hanbali. Selain itu juga ada nama Al-Imam Abu Daud, Ibnul Mahdi, Ibnul Mubarak dan yang lainnya.
      Al-Imam As-Suyuthi mengatakan bawa mereka berkata, ‘Bila kami meriwayatkan Hadits masalah halal dan haram, kami ketatkan. Tapi bila meriwayatkan masalah fadhilah dan sejenisnya, kami longgarkan.”

      3) Kalangan Menengah
      Mereka adalah kalangan yang masih mau menerima sebagian dari Hadits yang terbilang Dhaif dengan syarat-syarat tertentu. 
      Yang berpendapat seperti ini adalah kebanyakan ulama, para imam mazhab yang empat serta para ulama salaf dan khalaf dan diikuti oleh jumhur kaum muslimin.
      Syarat-syarat yang mereka ajukan untuk menerima Hadits dhaif antara lain, sebagaimana diwakili oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dan juga Al-Imam An-Nawawi rahimahumalah, adalah:

      - Hadits dhaif itu tidak terlalu parah kedhaifanya. Sedangkan Hadits dha’if yang perawinya sampai ke tingkat pendusta, atau tertuduh sebagai pendusta, atau parah kerancuan hafalannya tetap tidak bisa diterima.
      - Hadits itu punya asal yang menaungi di bawahnya
      - Hadits itu hanya seputar masalah nasehat, kisah-kisah, atau anjuran amal tambahan. 
      Bukan dalam masalah aqidah dan sifat Allah, juga bukan masalah hukum.
      Ketika mengamalkannya jangan disertai keyakinan atas tsubut-nya Hadits itu, melainkan hanya sekedar berhati-hati. Wallahu a’lam
      Kebenaran hanya milik Allah, Kebodohan dan kekurangan adalah milik saya sendiri. Akhirul kata   والأفوامنكم, ثم السّلام غليكم ورحمه الله وبركا ته