Di Arab kata jalabiyyah bermakna pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kaki perempuan dewasa. Namun dalam pembicaraan sehari-hari di Indonesia, kata "jilbab" diiartikan kerudung yang hanya menutupi kepala, biasa juga dinamakan kerudung (hijab).
Namun sesungguhnya pada masa Nabi s.a.w. jilbab itu adalah kain lebar yang meliputi seluruh tubuh (tidak hanya kepala) sebagai lapisan paling luar, dan biasanya hanya dipakai pada waktu keluar rumah. Lebarnya bisa selebar sprei atau taplak meja.
Ibnu Hazm mengatakan,"Jilbab menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah s.a.w. adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya." Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan, "Jilbab adalah semacam selendang yang dikenakan di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izaar (kain penutup)"
Mungkin kita bisa melihat sebagaimana dilakukan oleh sebagian perempuan Arab dan Iran di masa kini, dimana mereka telah menggunakan pakaian qoomish (long dress ) di dalam, lengkap dengan (khimar) kerudungnya namun ketika keluar rumah mereka biasa memakai lagi semacam kain sangat lebar (selebar selimut atau sprei) yang menyelimuti seluruh tubuh dari kepala hingga kaki.
Celana panjang (isbal)
Pada masa Rasulullah s.a.w. dahulu. para raja dan bangsawan di daerah Jazirah Arabia pun demikian pula terbiasa memanjangkan kainnya, jubahnya atau selendangnya untuk menunjukkan kemegahan, kebesaran, derajatnya yang lebih tinggi dari rakyat jelata, maka jelas memanjangkan kain pada umumnya diniatkan untuk kesombongan.
Hal ini bisa kita lihat pada hadits Abu Hurairah r.a. berikut ini :
Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Mu’adz; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Muhammad yaitu Ibnu Ziyad ia berkata; "Aku pernah mendengar dari Abu Hurairah, ketika dia melihat seorang lelaki yang menyeret kainnya sambil menghentakkan kakinya ke tanah dan ternyata orang tersebut adalah seorang Raja Bahrain, dia berkata; 'Amir datang! Amir datang! Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah tidak akan melihat kepada orang yang memanjangkan kainnya karena sombong." (H.R. Muslim No. 3893)
Pada hadits jelas dinyatakan keharaman sadl (memanjangkan kain hingga menyeret ke tanah) dikarenakan adanya illat kesombongan dan yang dilihat Abu Hurairah r.a. memanjangkan kainnya adalah Raja Bahrain. Bahkan ia tak hanya memanjankan kainnya melainkan juga sengaja berjalan dengan menghentakkan kaki agar diketahui kedatangannya. Maka jelas ini adalah sebuah kesombongan.
Perkataan Hadits Yang Terpotong
Ada beberapa fakta hadits dan atsar mengenai masalah isbal yang tidak secara jujur dikemukakan di hadapan publik (khususnya oleh orang-orang yang memutlakkan keharaman isbal). Dan beberapa hadits dan atsar juga terpotong (atau sengaja dipotong) pada bagian lanjutannya yang menunjukkan tidak haramnya isbal jika tidak ada niat karena sombong.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Zuhair telah menceritakan kepada kami Musa bin 'Uqbah dari Salim bin Abdullah dari Ayahnya r.a.dari Nabi s.a.w.beliau bersabda: "Siapa yang menjulurkan pakaiannya (hingga ke bawah mata kaki) dengan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat kelak." Lalu Abu Bakar berkata; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu dari sarungku terkadang turun sendiri, kecuali jika aku selalu menjaganya?" lalu Nabi s.a.w.bersabda: "Engkau bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong." (H.R. Bukhari Kitab Al Libas Bab Man Jarra Izarahu min Ghairi Khuyala’ Juz. 18, Hal. 84 No. 5338, Ahmad, Juz. 12, Hal. 464, No. 5927)
Telah menceritakan kepada kami An Nufail berkata, telah menceritakan kepada kami Zuhair berkata, telah menceritakan kepada kami Musa bin Uqbah dari Salim bin Abdullah dari Bapaknya ia berkata, "Rasulullah s.a.w.bersabda: "Barangsiapa menjulurkan kainnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat." Abu Bakar berkata, "Sesungguhnya salah satu ujung pakaianku ada yang menjulur, padahal aku telah berjanji untuk tidak melakukannya!" beliau bersabda: " kamu bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong." (H.R. Abu Daud No. 3563) Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits ini shahih.
Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Hujr ia berkata; telah menceritakan kepada kami Isma’il ia berkata; telah menceritakan kepada kami Musa bin Uqbah dari Salim dari Bapaknya berkata, "Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa memanjangkan kainnya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat." Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, terkadang salah satu dari kainku turun, kecuali jika aku selalu menjaganya?" Lalu Nabi s.a.w.bersabda: "Engkau bukan termasuk orang yang melakukan hal itu karena sombong." (An Nasa’i, Kitab Az Zinah Bab Isbal al Izar, Juz. 16, hal. 143, No. 5240.) Nashiruddin Al-Albani mengatakan hadits ini shahih.
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi telah memberitakan kepada kami Ismail yakni Ibnu Ja’far telah mengabarkan kepadaku Musa bin Uqbah dari Salim bin Abdillah bin Umar dari bapaknya, bahwa Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang menjulurkan kainnya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya kelak pada hari kiamat." Kemudian Abu Bakar berkata, "Salah satu dari ujung kainku selalu menjulur kecuali jika saya selalu mengawasinya!."Nabi s.a.w. lantas menjawab: "kamu bukanlah termasuk mereka yang berbuat demikian karena sombong." (H.R. Ahmad No. 5927)
Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Zaid bin Aslam saya mendengar Ibnu Umar berkata, "Siapa yang menjulurkan kainnya melebihi mata kaki karena sombong, Allah tidak melihatnya pada hari kiamat." Telah berkata Zaid, Ibnu Umar menceritakan kisah, Rasulullah s.a.w. pernah melihatnya memakai kain baru dan terdengar suara gemerisik kainnya. Kontan beliau berkata, "Siapakah ini?" Ibnu Umar menjawab, "Saya Abdullah bin Umar." Beliau berkata, "Jika kamu benar-benar Abdullah bin Umar, angkatlah kainmu." Ibnu Umar berkata, “Saya pun mengangkatnya." Beliau berkata, "Tambah (angkat lagi)." Ibnu Umar berkata, "pun mengangkatnya lagi hingga pertengahan betis." Kemudian dia (Rasulullah s.a.w.) menoleh kepada Abu Bakar dan berkata, “Barangsiapa yang menjulurkan kainnya karena sombong, Allah tidak melihatnya kelak pada hari kiamat." Lalu Abu Bakar r.a. berkata, "kainku terkadang merosot." Maka Nabi s.a.w. bersabda: "Kamu tidaklah termasuk dari mereka" (H.R. Ahmad No. 6056)
Telah menceritakan kepada kami ‘Attab telah menceritakan kepada kami Abdullah -yakni Ibnu Al Mubarak- telah mengabarkan kepada kami Musa bin ‘Uqbah dari Salim bin Abdullah dari Abdullah bin Umar ia berkata, "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, niscaya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat." Abu lalu Bakar berkata, "Salah satu ikatan bajuku sering terlepas kecuali aku mengikatnya lagi? ‘ Maka Rasulullah s.a.w.bersabda: "Sesungguhnya engkau tidak termasuk orang yang melakukannya karena sombong." Musa berkata, "Aku bertanya kepada Salim, "Apakah Abdullah menyebutkan, ‘Barangsiapa menjulurkan kain sarungnya? ‘ Salim menjawab, "Aku tidak mendengarnya menyebutkan kecuali ‘pakaiannya'." (H.R. Ahmad No. 5098)
Pada hadits-hadits di atas jelas sekali dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w. bahwa jika isbal itu tidak dilakukan karena niat sombong maka hal itu tidaklah mengapa. Namun hadits-hadits ini jarang ditampilkan kepada publik, dan jarang dikutip pada pembahasan masalah isbal. Kalaupun dikutip maka dipotong hanya sampai pada "Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat". Sedangkan kelanjutannya pertanyaan Abu Bakar r.a. yang memanjangkan kain, maka itu tidak dikutip.
Hal ini sekaligus membantah sebagian kalangan yang mengatakan bahwa penyebutan "karena sombong" itu bukanlah menunjukkan illat (alasan / latar belakang diberlakukan hukum itu) melainkan karena isbal itu bersifat sombong. Padahal bagi orang yang jernih akalnya perkataan "karena sombong" jelas sekali menunjukkan "sebab" dan bukan menunjukkan "sifat". Perkataan "karena" jelas merupakan jawaban dari pertanyaan "mengapa". Maka "karena" jelas menunjukkan "sebab" dilarangnya isbal.
Pendapat Orang Yang Mengatakan Bahwa Sombong Di Situ Bukan illat Tapi Sifat
Sebagian orang mengatakan bahwa penyebutan "karena sombong" di situ bukanlah menunjukkan illat (alasan / latar belakang diberlakukan hukum) melainkan menunjukkan "sifat". Maka mereka mengatakan memanjangkan kain itu dilarang karena dianggap bersifat sombong. Maka menurut mereka, perkataan "karena sombong" di sini bermaksud memberikan keterangan dan penekanan bahwa memanjangkan kain itu menunjukkan kesombongan
Ibnu Hajar Asqolani mengutip perkataan Ibnul ‘Arabi (termasuk ulama madzhab Maliki) berkata: "Tidak boleh bagi seorang laki-laki membiarkan pakaiannya hingga mata kakinya lalu berkata: "Saya menjulurkannya dengan tidak sombong." Karena secara lafaz, sesungguhnya larangan tersebut telah mencukupi, dan tidak boleh juga lafaz yang telah memadai itu ada yang menyelisihinya secara hukum, lalu berkata: "Tidak ada perintahnya," karena ‘illat (alasannya) itu tidak ada. Sesungguhnya itu adalah klaim yang tidak benar, bahkan memanjangkan ujung pakaian justru itu menunjukkan kesombongan sendiri. Selesai." (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, Kitab Al Libas Bab Man Jarra Tsaubahu min Al Khuyala, Juz. 16, Hal. 336, No hadits. 5354. Lihat juga Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, Kitab Al Libas Bab Ar Rukhshah fi Al Libas Al Hamil …, Juz. 2, Hal. 114. Maktabah Ad Da'wah)
Jadi Ibnu ‘Arabi berpendapat sombong adalah sifat yang melekat pada isbal dan bukan merupakan illat (penyebab diberlakukannya hukum) larangan isbal.
Mereka yang menunjukkan bahwa sombong ini merupakan sifat dan bukan illat juga berdalil dengan hadits ini :
Telah menceritakan kepada kami Yazid, telah mengabarkan kepada kami Sallam bin Miskin dari ‘Aqil bin Thalhah, telah menceritakan kepada kami Abu Jurai Al Hujaimi ia berkata; Aku datang kepada Rasulullah s.a.w., lalu aku bertanya; "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah satu kaum dari penduduk dusun, maka ajarkanlah pada kami sesuatu yang Allah Tabaraka wa Ta'ala akan memberikan manfaat buat kami!." Beliau bersabda: "Janganlah meremehkan kebaikan sekecil apapun, sekalipun hanya dengan menuangkan ember airmu ke bejana orang yang membutuhkan air, dan sekalipun kamu berbicara dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri, dan janganlah engkau menurunkan kain di bawah mata kaki (isbal) karena ia bagian dari sifat sombong, sementara Allah ‘azza wajalla tidak menyukai menyukai sifat sombong,." (H.R. Ahmad No. 19716)
Maka sebenarnya hadits di atas adalah hadits dla'if, karena salah satu perawinya didiskriditkan (dijarh). Ibnu Hajar Asqolani mengatakan bahwa salah satu perawinya yaitu Salam bin Miskin bin Rabi'ah tertuduh beraliran qodariyah dan tertolak haditsnya.
Telah menceritakan kepada kami ‘Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami ‘Abidah Al Hujaimi dari Abu Tamimah Al Hujaimi dari Abu Jurai Jabir bin Sulaim ia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda : "Janganlah kamu sekali-kali mencaci seseorang, dan jauhilah olehmu isbal (menurunkan kain dibawah mata kaki), karena isbal adalah bagian dari kesombongan, karena Allah Azza wa Jalla sangat membencinya…." (H.R. Ahmad No. 19717)
Pada hadits di atas disebutkan karena isbal itu bagian dari kesombongan maka di sini sombong adalah kesan / sifat yang melekat pada isbal dan bukan sebab dilarangnya isbal. Namun hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah karena Ibnu Hajar Asqolani dan Adz Dzahabi mengatakan ‘Abidah Al Hujaimi atau Ubaidah adalah perawi majhul (tidak dikenal) ada pula yang mengatakan ia tabi'in yang tidak jumpa sahabat jadi sanadnya terputus.
Telah menceritakan kepada kami Abu Nadlr berkata; telah menceritakan kepada kami Al Hakam bin Fudlail dari Khalid Al Hadza` (bin Mihram) dari Abu Tamimah (Tharif bin Mujalad) dari seorang laki-laki dari kaumnya sesungguhnya dia mendatangi Rasulullah s.a.w. atau berkata; saya melihat Rasulullah s.a.w. didatangi oleh seorang laki-laki ….lalu orang itu masuk Islam, lalu berkata; ‘Berilah wasiat kepadaku Wahai Rasulullah.' Beliau bersabda kepadanya, " Hindarilah isbal (menurunkan pakaian sampai menutupi mata kaki) dalam pakaian sesungguhnya itu merupakan bagian dari kesombongan. Sedang Allah Tabaroka Wa Ta'ala tidak menyukai orang yang sombong." (H.R. Ahmad No. 16021)
Abu Tamimah adalah julukan bagi Tharif bin Mujalad, seorang tabi'in yang hidup di Basrah (Iraq). Hadits ini terputus pada bagi Tharif bin Mujalad dan tidak jelas ia mendapat hadits ini dari siapa. Maka hadits ini tidak bersambung sampai pada Rasulullah s.a.w. Maka hadits ini jelas dla'if. Dan ulama sepakat bahwa hadits dla'if tidak bisa dijadikan dalil dalam perkara penetapan halal haram.
Maka dapat kita simpulkan bahwa hadits yan dijadikan dalil orang yang berpendapat bahwa perkataan "karena sombong" adalah merupakan sifat dari menurunkan kain adalah tidak kuat.
Jika sombong merupakan sifat dari isbal dan bukannya illat (alasan penyebab diberlakukannya larangan isbal), itu berarti menurunkan kain (isbal) itu adalah ciri adanya kesombongan. Maka kapan pun dimanapun, isbal itu sudah pasti sombong. Namun hadits-hadits lainnya menyatakan bahwa ada beberapa kondisi isbal yang ternyata dibolehkan. Ini menunjukkan tertolaknya anggapan bahwa sombong adalah sifat yang melekat pada isbal.
Dibolehkan Isbal Pada Wanita ?
Semua hadits-hadits yang membicarakan pelarangan Isbal di atas bersifat umum dan tidak khusus ditujukan pada kaum laki-laki saja,walaupun konteks peristiwanya saat itu yang berbicara adalah Rasulullah s.a.w. dengan para sahabat yang notabene laki-laki.
Maka ketika Rasulullah s.a.w. berhadapan dengan kaum wanita, nampak jelas bahwa dibolehkan memanjangkan kain, karena jika mengikuti ketentuan memendekkan kain seperti laki-laki akan menyebabkan betis dan mata kaki mereka nampak.
Telah mengabarkan kepada kami Nuh bin Habib ia berkata; telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Ayyub dari Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata, "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa memanjangkan kainnya karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya." Ummu Salamah bertanya, "Wahai Rasulullah, apa yang harus dilakukan oleh para wanita dengan kain mereka?" Beliau menjawab: "Kalian boleh memanjangkannya sejengkal." Ummu Salamah bertanya lagi, "Jika begitu, maka kaki mereka akan terbuka!" Beliau menjawab: "Kalian boleh menambahkan satu hasta dan jangan lebih." (H.R. Nasa'i No. 5241)
Maka ada yang mengatakan bahwa kebolehan ini hanya khusus wanita saja. Namun kami mengatakan di sini sekali lagi bahwa hal ini menunjukkan kebolehan isbal itu karena tidak adanya kesombongan. Jika kesombongan itu bukanlah illat (sebab diberlakukannya hukum dilaranganya isbal) melaikan keterangan sifat yang melekat pada isbal maka itu berarti setiap isbal itu adalah sombong.
Sumber:
Diambil dr berbagai sumber
Terlepas dari apa yang saya paparkan diatas, siapakah atau golongan atau pendapat yang benar hanya Allah SWT yang maha mengetahuinya, Akan tetapi alangkah indahnya kalau agama ini penuh dengan kebersamaan , Bukan saling menyalahkan, menghukumi atau bahkan mengkafirkan golongan lain,
Bukankah Islam itu Rahmatallil Alamin, Lebih baik jika kita lebih memperhatikan diri kita supaya bersih hati kita dan menata Ahlak menjadi lebih baik lagi,
Bukankah Sesungguhnya Rasul Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan Ahlak,
Seyogya nya apa yang kita yakini, akan lebih baik jika kita jalani tanpa harus menyalahkan orang, golongan atau pendapat yang lain.
Marilah kita saling berbenah diri, semoga kita selalu dalam RidloNya, Amiin.
Akhirul kata "Semoga bermanfaat, mohon maaf atas segala kekurangan
وَالسَّلاَمُ عَلْكُمْ وَرَحْمةُاللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ